Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan retrospektif untuk menganalisis pola penggunaan obat pada pasien geriatri dengan demensia. Data dikumpulkan dari rekam medis pasien yang berusia 65 tahun ke atas yang didiagnosis dengan demensia dan menerima terapi farmakologis di rumah sakit selama periode tertentu. Pengumpulan data melibatkan pengkajian rekam medis untuk informasi terkait jenis obat, dosis, frekuensi, dan durasi penggunaan.
Sampel penelitian dipilih secara purposive untuk memastikan representasi pasien dengan demensia. Analisis data dilakukan menggunakan software statistik untuk mengidentifikasi tren dalam penggunaan obat dan kesesuaian dengan pedoman klinis. Parameter yang dievaluasi meliputi penggunaan obat antidemensia, antipsikotik, antidepresan, dan obat lain yang sering digunakan dalam populasi ini.
Hasil Penelitian Farmasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor kolinesterase dan antagonis reseptor NMDA adalah obat antidemensia yang paling umum digunakan. Selain itu, banyak pasien juga menerima antipsikotik untuk mengelola gejala perilaku dan psikologis demensia (BPSD). Penggunaan antidepresan dan obat anti-kecemasan juga ditemukan cukup tinggi, mengindikasikan kebutuhan untuk mengelola gejala komorbiditas seperti depresi dan kecemasan.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa ada beberapa kasus penggunaan obat yang tidak sesuai dengan pedoman klinis, seperti penggunaan antipsikotik dalam jangka panjang tanpa evaluasi yang memadai. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan pada populasi geriatri yang rentan.
Diskusi Penemuan ini menunjukkan pentingnya pemantauan ketat terhadap penggunaan obat pada pasien geriatri dengan demensia. Meskipun inhibitor kolinesterase dan antagonis reseptor NMDA dapat membantu memperlambat progresi penyakit, penggunaan antipsikotik untuk BPSD harus dilakukan dengan hati-hati karena risiko efek samping yang signifikan. Evaluasi rutin dan penyesuaian terapi diperlukan untuk memastikan bahwa pasien menerima manfaat maksimal dengan risiko minimal.
Dalam konteks farmasi, apoteker harus berperan aktif dalam memantau terapi obat dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan obat. Edukasi mengenai potensi efek samping, interaksi obat, dan pentingnya kepatuhan terhadap regimen terapi adalah kunci untuk meningkatkan hasil klinis dan kualitas hidup pasien.
Implikasi Farmasi Implikasi penelitian ini bagi praktik farmasi sangat signifikan. Apoteker perlu meningkatkan keterlibatan mereka dalam pemantauan terapi obat pada pasien geriatri dengan demensia, khususnya dalam mengidentifikasi dan mengelola interaksi obat. Selain itu, program edukasi pasien dan keluarga tentang pengobatan dan efek samping harus diperkuat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi.
Kolaborasi antara apoteker, dokter, dan profesional kesehatan lainnya sangat penting untuk memastikan pengelolaan terapi obat yang optimal. Tim multidisiplin harus bekerja sama untuk mengembangkan strategi terapi yang efektif dan aman bagi pasien geriatri dengan demensia.
Interaksi Obat Interaksi obat merupakan isu kritis dalam pengelolaan pasien geriatri dengan demensia. Populasi ini sering menerima multiple medications (polifarmasi), yang meningkatkan risiko interaksi obat yang merugikan. Penelitian ini menemukan bahwa beberapa pasien mengalami efek samping yang berkaitan dengan interaksi obat, seperti peningkatan risiko jatuh, sedasi berlebihan, dan gangguan kognitif.
Untuk mengurangi risiko ini, apoteker harus secara rutin melakukan review obat dan menggunakan alat bantu seperti database interaksi obat. Kolaborasi dengan dokter untuk menyesuaikan regimen terapi ketika diperlukan adalah langkah penting untuk memastikan keselamatan pasien.
Pengaruh Kesehatan Penggunaan obat yang tidak sesuai dapat berdampak negatif pada kesehatan pasien geriatri dengan demensia. Efek samping dari antipsikotik, seperti peningkatan risiko stroke dan mortalitas, merupakan perhatian utama. Penelitian ini menekankan pentingnya evaluasi rutin terhadap terapi obat untuk memastikan bahwa pengobatan memberikan manfaat maksimal dengan risiko minimal.
Selain itu, edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya kepatuhan terhadap regimen terapi dan melaporkan efek samping yang dialami sangat penting. Dengan demikian, pasien dan keluarga dapat lebih memahami kondisi mereka dan berpartisipasi aktif dalam pengelolaan kesehatan mereka.
Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa ada variasi signifikan dalam pola penggunaan obat pada pasien geriatri dengan demensia. Meskipun penggunaan obat antidemensia dapat membantu mengelola gejala, penggunaan antipsikotik dan obat lain harus dilakukan dengan hati-hati karena risiko efek samping yang signifikan. Pemantauan terapi obat yang ketat dan edukasi pasien adalah kunci untuk meningkatkan hasil klinis dan kualitas hidup pasien.
Penting untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker dan tenaga medis lainnya dalam pengelolaan terapi obat untuk memastikan bahwa pasien menerima pengobatan yang efektif dan aman.
Rekomendasi Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa rekomendasi dapat diusulkan. Pertama, perlu adanya sistem pemantauan terapi obat yang lebih kuat di rumah sakit untuk mendeteksi dan mengelola interaksi obat pada pasien geriatri dengan demensia. Kedua, pengembangan program edukasi yang komprehensif bagi pasien dan keluarganya tentang pengobatan dan manajemen efek samping harus ditingkatkan.
Ketiga, peningkatan kolaborasi antara apoteker, dokter, dan profesional kesehatan lainnya dalam tim multidisiplin untuk memastikan pengelolaan terapi obat yang optimal. Terakhir, penting untuk terus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan obat dan hasil klinis pasien, guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi populasi geriatri dengan demensia.